pemalu tetap saja tidak bisa dengan lugas menggunakan kata-kata padahal ia tetap mau didengar.
Benar memang budaya kita – orang timur – mengajarkan pepatah “jika kamu tidak punya rasa malu, maka lakukan sesukamu.” Esensinya, pepatah Arab ini mengarahkan semua kita agar tidak berlaku semena-mena atau berkata tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Yang dikhawatirkan bukanlah tidak memiliki rasa malu, tapi bertindak tanpa menggunakan etika atau estetika. Namun, terkadang bagi pemalu, ia hanya ingin mengutarakan apa yang dipikirkannya dan tidak ada niat untuk bertingkah tidak wajar; dalam kata lain, sesuka hatinya.
Bagi pemalu, rasa malunya itu tidak hanya muncul ketika handak berbicara saja, tapi juga muncul ketika berkumpul di acara-acara umum pada saat buku puasa bersama alumni atau kegiatan sosial seperti gotong-royong dan rapat kerja, dimana rekan dan orang yang belum ia kenal berkumpul.
Yang pemalu khawatirkan hanya terletak pada pemikiran bahwa ia tidak ingin mengganggu orang lain atas keberadaannya bersama orang lain di suatu tempat umum yang sama. Ia tidak mau membuat orang tersinggung dengan stelan bajunya atau lelucon yang dibawakannya yang bisa jadi – bukannya lucu malah menyakiti orang didalam ruangan. Oleh karena itu, ia hanya mau membuat semua orang senang dengan keadaan masing-masing, walaupun si pemalu ada didalam ruang yang sama.
khawatirkannya hanya terletak pada pemikiran bahwa ia tidak ingin mengganggu orang lain atas keberadaannya.
Bagi pemalu, perasaan orang lain lebih utama daripada perasaan dia sendiri. Sehingga ia tidak mau memperkeruh suasana dengan berada bersama banyak orang. Maka ia mencari alasan -supaya semua orang senang- dan memilih menjadi malu.
Jika kita berani melihat lebih jauh lagi, semua orang sebenarnya memang telah menderita dengan kehidupannya masing-masing; pasangan yang ngambek karena dihiraukan padahal ia telah membeli parfum barunya, atau kerjaan kantor yang ditumpuk padahal bisa dialihkan ke kolega yang lain. sehingga keberadaan kita -si pemalu- akan menambah penderitaan orang lain. Padahal keberadaan si pemalu seharusnya tidak ada bandingannya dengan penderitaan yang mereka alami.
semua orang sebenarnya memang telah menderita dengan kehidupannya masing-masing.
Inilah yang perlu dipahami oleh si pemalu; bahwa keberadaannya tidak akan menambah penderitaan orang lain walau sedikitpun. Orang lain masih sanggup menerima sedikit tambahan gangguan lagi.