Ada sebagian muslim yang menambahkan kata saidina dan ada pula yang tidak menambahkannya ketika bersalawat kepada Rasulullah. Yang ingin dijelaskan di sini adalah kenapa ada perbedaan? Kenapa ada sebagian yang menambahkan dan sebagian tidak menambahkan kata saidina dalam salawat. Maksud saya di sini bukan membenarkan satu pihak dan menyalahkan pihak lain melainkan memberi alasan untuk kedua perspektif yang berbeda ini.
Muslim yang mengamalkan salawatnya dengan menambahkan kata saidina bersandarkan dengan sifat rasul sebagai pemimpin manusia. Kata saidina itu sendiri berarti sebagai raja atau pemimpin suatu kabilah atau kelompok. Jadi kalimat “allahumma shalli ‘ala saidina Muhammad” diartikan sebagai “ya Allah aku bersalawat kepada pemimpin kami Muhammad.
Namun disisi lain, muslim yang berselawat dengan tidak menambahkan kata saidina berpatokan kepada kata saidina itu sendiri yang dapat diartikan dan digunakan secara berbeda. Menurut kelompok ini, penambahan kata saidina ini menurunkan derajat nabi Muhammad sebagai rasulnya Allah. Pasalnya, di jazirah Arab kata saidina bisa dipakai untuk semua pemimpin, bisa digunakan untuk pak geuchik, pak camat, gubernur atau raja dan ini masih berlaku sampai sekarang di Arab Saudi. Jadi, lebih baik tidak menambahkan kata saidina daripada menyamakan Rasulullah dengan pak camat dan raja sekalipun.
Benar jika ada yang mengatakan hal ini tidaklah perlu diperdebatkan karena nantinya akan menimbulkan perpecahan, namun walaupun demikian, perlu kita ketahui atas dasar apa kita menambahkan kata saidina, tidak sebatas ikut orang tua atau tengku imum.